Wilujeung Sumping

Assallamu allaikuum...
semoga rahmat dan berkah Allah tercurah untuk Rasulullah, keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kita semua sebagai umatnya...

Rabu, 11 April 2012

Pendahuluan sebuah fiksi budaya

Kelana di Titian Senja..... sebuah fiksi budaya!


assallamu allaikum...

           Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT, dan selalu dalam keadaan indah dan bersemangat menjalani hidup. Di setiap tarikan nafas kita, pastinya sarat dengan ujian dan batu sandungan yang terkadang membuat kita drop atau mundur ke belakang. Begitu juga saya, sebagai penulis yang juga birokrat, terkadang harus break sesaat untuk menyelesaikan beberapa ujian hidup tersebut. Namun seperti kata orang tua, berhenti sejenak atau mundur beberapa langkah ke belakang, bukanlah sesuatu yang memalukan. Asalkan hal itu merupakan fase untuk  bangkit  dan kembali bergerak.

             Bderangkat dari semuanya itu, saya hanya ingin menyampaikan bahwa masa-masa vacum kemarin merupakan fase bagi saya untuk berdiam dan mengendapkan beberapa karya yang mungkin layak untuk diposting di blog ini. Setidaknya ragam karya berhasil  saya buat, sebagai bentuk pembenaran petauh orang tua tadi, bahwa; berdiam sejenak atau mundur beberapa langkah ke belakang selayaknya merupakan moment untuk berinteropeksi, berinovasi dan juga bangkit dengan energi dan spirit yang baru.

              Sejalan dengan semangat itu, saya akan mencoba share semangat perjuangan seorang ibu yang mencari buah hatinya lewat fiksi budaya. Judulnya Kelana di Titian Senja, yakni sebuah kisah perjuangan penari topeng Cerbonan. Balutan religius tetap ada dalam hal ini, meskipun unsur budaya sangat kental dan bisa jadi merupakan referensi bagi mereka yang ingin tahu lebih jauh tentang apa dan bagimana tari topeng.

               Baik, ini dulu sekedar pembuka dari tautan novel yang akan diposting secara runut di beberapa waktu yang akan datang. Bersamaan dengan novel2 lainnya, tentunya. Setidaknya, setelah ini akan ada 6 Novel sekaligus yang akan rekan-rekan baca di Blog sederhana ini secara bergantian sesuai episodenya masing-masing.

              Salam hangat

               Riyanto El Harist


          

Sekedar Awalan...

[Bukan] Lelaki Terindah.... sebuah antitesis?

      
             Berawal dari sebuah cerpen yang digubah kembali menjadi novel ini merupakan kisah perjuangan cinta dan hati dari sebuah persahabatan. Persahabatan yang tulus, tanpa membedakan status, gender ataupun gaya hidup. Banyak sekali kendala yang saya dapat ketika harus mewujudkan novel yang berkisah tentang barisan manusia yang sedikit termarginalkan dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Keberadaan para lelaki yang menyukai sesama ini, memang bagai gunung es yang tak pernah terdeteksi kondisi seutuhnya.
              Namun berkat bantuan beberapa teman dan juga para pelaku yang sudi berbagi tentang gaya hidupnya, novel ini dapat terwujud dan menjadi kemasan kisah yang manis. Manis karena di dalamnya ada sebuah pengorbanan, cinta, cemburu dan juga keikhlasan untuk taqdir ujian yang harus dijalani. Dengan balutan religius serta sentuhan pop, novel ini dapat mewakili sekian banyak orang yang ingin tahu tentang kaum gay.
              Tidak bermaksud menyaingi novel sejenis yang pernah ada, yang jelas [Bukan] Lelaki Terindah memiliki ranah dan sentuhannya tersendiri. Dikemas secara sederhana dengan suasana ke-Indonesia-an, menjadikan para pembaca melihat fenomena ini lebih ringan. Setidaknya begitulah kesan dan pesan para pembaca tentang [Bukan] Lelaki Terindah ini.
             Silahkan simak, petikan tiap Bab dari novel yang lain dari semua yang ada di tautan Blog sederhana ini.
         
Salam hangat,

Riyanto El Harist




Tautan Akhir dari Trilogy IBU

Tautan akhir dari Trilogy IBU... segera di toko buku terdekat!


Bissmillahirrahmaanirrahiim...

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat hidup dan anugerah cinta dalam hidup kita semua. Tak lupa sholawat dan salam bagi junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan kita semua sebagai umatnya. Semoga di akhir kehidupan kita, syafaatnya adalah anugerah utama yang bisa kita terima....

Sebuah kerinduan yang dalam bagi seorang penulis ketika berikhtiar untuk dapat menyelesaikan karya tulisnya. Terlebih lagi sebuah trilogy novel yang didedikasikan seutuhnya untuk seorang wanita termulia dalam hidup kita semua, yakni  IBU. Setidaknya itulah yang saya rasakan saat ini, ketika ide besar sebuah perwujudan syukur dan cinta terhadap wanita termulia dalam hidup ini terukir sudah. Sebuah ungkapan cinta dan terima kasih yang tulus, atas segala pengabdian dan pengorbananya terhadap titian hidup ini.

Bukanlah karya yang besar sebetulnya, tapi bagi penulis KUDEKAP IBU DI SISI BAITULLAH, merupakan puncak kecintaan pada sang Ibu setelah TAKBIR TAKBIR CINTA dan KERETA DI AWAL SYAWWAL, yang begitu utuh mewakilkan rindu di masa lalu. Semoga karya ini memberikan ‘ruh cinta’ pula kepada siapapun yang membaca, hingga IBU, bagi siapa saja tetaplah wanita terbaik dan termulia dalam hidup kita.

 “Terima kasih Mi, ini karya hati untuk semua ketulusan dan keikhlasan Mimi membesarkan dan menafkahi kami dengan cinta...”

Salam hangat,
Riyanto El Harist


Memenuhi Undangan TELAAH, MNC TV

Memenuhi Undangan Telaah, di MNC TV, ujung Ramadhan 2011


             Sebuah sms yang tak pernah terfikirkan olehku sebelumnya, kalau ternyata setelah terlewat beberapa tahun, Takbir Takbir Cinta masih begitu banyak yang mengapresiasi. Salas satu bentuk apresiasi yang besar itu adalah undangan menghadiri Talk Show selama setengah jam full, di program apresiasi seni islami, TELAAH. Sebuah acara yang menghadirkan para tokoh seni dan budayawan yang berbasiskan islam. Meski pada awalnya, Takbir Takbir Cinta, hanyalah sebuah karya yang digagas untuk antitesis sebuah teori buruknya pendidikan sekolah pamong. namun pada akhirnya kandungan dari novel tersebut memang mengarah pada pondasi keimanan yang berbasis islami. Sebagai pengarang, saya sendiri tak pernah mendesign hingga ke arah sana. Setidaknya, kerangka berfikir saya saat menulis memang bersumber dari apa yang saya ketahui dalam kehidupan saya sehari-hari dan lingkungan saya yang memang muslim.
             Akan tetapi, terlepas dari semuanya itu, undangan TELAAH menjadikan karya novel yang juga sudah diterjemahkan  ke dalam bahasa melayu ini, begitu antusias disambut  para penikmat novel. Informasi terakhir, ketika tulisan ini saya posting, Takbir Takbir Cinta telah habis di pasaran, dan harus pesan secara khusus pada penerbitnya. Seingat saya, satu buku yang saya jadikan arsip karyapun harus saya relakan buat pembaca yang 'keukeuh' ingin membaca dan memiliki karya saya tersebut. Pendek kata, takbir Takbir Cinta, merupakan karya perdana saya yang membuat saya gatal dan terus ingin menulis. Melahirkan karya-karya selanjutnya atau sekedar melanjutkan ide besar yang saya usung dalam novel tersebut, yakni IBU.




            
                Berikut ini beberapa gambar yang dapat saya posting ketika acara berlangsung. Terima kasih buat Mas Dedi dari MNC TV yang telah mengundang dan menjadikan Takbir Takbir Cinta sebagai bagian dari karya sastra bernilai religius yang di-TELAAH secara terbuka melalui media televisi ***